“Aduh, anak saya sudah berumur 7 tahun tapi sampai sekarang masih ngompol, tidak hanya pas tidur saja, pas bermain juga. Sudah saya coba pijetkan tapi kok tetap ngompol. Apa yang harus saya lakukan?”
Begitu banyak keluhan semacam ini dari para ibu yang mengkhawatirkan dengan kebiasaan mengompol anak-anak mereka. Sebenarnya apa itu mengompol, mengapa hal itu terjadi dan bagaimana melatih mereka agar tidak lagi mengompol? Mari kita kupas wacana berikut dari awal sampai akhir.
Mengompol istilah kedokterannya adalah enuresis, yaitu mengeluarakan air seni secara tidak sadar pada usia dimana seharusnya sudah dapat mengendalikan keinginan buang air kecil, dan hal ini merupakan hal yang umum terjadi pada anak. Pada remaja dan orang tua mengompol juga sering terjadi. Bagi anak, mengompol sering merupakan hal yang sangat memalukan. Sedangkan bagi orang tua, hal ini dapat merupakan pengalaman yang menjengkelkan.
Mengompol bukanlah merupakan kesalahan anak. Sayangnya, beberapa orang tua masih berfikir bahwa mengompol berasal dari kurangnya disiplin, dan dapat disembuhkan dengan hukuman. Hal ini sangat jauh dari kebenaran.
Yang harus dilakukan jika anak mengompol adalah bersikaplah sewajarnya, jangan menunjukkan rasa jengkel, marah atau bahkan panik.
Bicarakan baik-baik dengan si anak. Ada banyak kasus dimana anak berhenti mengompol setelah diajak bicara dari hati-hati. Bila penyebabnya karena ia iri dengan perhatian orang tua kepada adik bayinya cari pemecahan bersama dan beri perhatian yang cukup untuk kakaknya.
Beri dukungan kepada anak, ini adalah tindakan terpenting. Ejekan, omelan bahkan hukuman akan membuat anak jadi depresi dan cemas, sehingga anak menjadi pendiam, minder, pemalu yang akan menambah masalah lagi dan memperberat kebiasaan mengompolnya.
Jadi jangan sekali-kali mempermalukan anak atau membandingkan dengan anak lain, malah bila si anak berhasil tidak mengompol berilah ia hadiah dan pujian tentang keberhasilannya dihadapan banyak orang, agar ia semakin termotivasi.
Dahulu kebiasaan mengompol dianggap sebagai masalah psikologis. Namun sekarang diketahui bahwa faktor biologis memegang peranan lebih besar.
Beberapa faktor yang mungkin jadi penyebabnya adalah :
1. Kapasitas kandung kemih yang lebih kecil daripada rata-rata, sekalipun kandung kemih itu sendiri berukuran normal. Pada anak-anak seperti ini, sensasi ingin kencing terjadi lebih sering.
2. Anak-anak yang sering mengompol mungkin tidur lebih nyenyak daripada anak yang bukan pengompol.
3. Lebih banyak menghasilkan urine daripada rata-rata anak karena produksi hormon antidiuretik (hormon yang mencegah pembentukan air seni) yang tidak memadai.
Beberapa tips yang dapat digunakan agar anak berhenti mengompol :
1. Usahakan bangunkan anak sebelum ia mengompol. Bila ia mengompol 3 jam setelah tidur, maka bangunkan anak 2 jam setelah tidur, kemudian ajak kekamar mandi dan suruh ia buang air kecil.
2. Hindari memberi banyak minum sebelum tidur. Apalagi minuman yang memudahkan buang air kecil, seperti minuman dingin, atau teh manis.
3. Latihlah menahan kencing. Latihan ini berguna untuk membantu kandung kemih menampung urin lebih banyak, serta menyadarkan si anak akan sinyal dari kandung kemihnya.
4. Singkirkan perlak yang membuat anak tahu, di bawah tubuhnya ada pelindung. Bisa jadi mereka berpikir, perlak itu memang disediakan agar ia dapat buang air kecil di situ.
5. Libatkan anak untuk membantu membersihkan tempat tidurnya, dalam suasana kerjasama yang baik, tanpa kemarahan.
6. Berikan pujian atau reward ketika anak berhasil tidak mengompol.
Yang perlu juga diperhatikan juga oleh orang tua adalah mengompol ini bisa sembuh sendiri. Seorang anak pengompol membutuhkan kesabaran, semangat, ketelatenan dan keyakinan dari orang tua bahwa masalah tersebut hanya sementara. Biasanya antara usia 7-12 tahun sering terjadi kesembuhan, dan sedikit saja anak yang terus mengalaminya sampai remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar