Laman

Senin, 31 Mei 2010

Menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni ; Tantangan Pancasila di Era Global





Sebutan Pancasila kini hanya di dengar / disebutkan pada upacara-upacara resmi, 17 Agustus, atau setiap Senin apel pagi para PNS di Instansi masing-masing.

Tapi apa implementasinya? Simbol-simbol Pancasila pada lambang Negara Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika telah dikukuhkan pada perubahan kedua UUD 1945 Pasal 36 A.

Garuda Pancasila hanya menjadi sebuah "pajangan indah" tanpa makna, karena tidak segencar "tempo doeloe" pemasyarakatan Pancasila melalui Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Kenapa? Pengaruh reformasi, kemajuan demokrasi? Atau hanya sebuah hiasan memperindah kantor pejabat! Setelah 12 tahun gerakan reformasi tidak banyak membawa perubahan, bahkan rakyat tambah bingung mencermati kasus-kasus di Negara ini. Dari mulai korupsi, ketidakjelasan sistem hukum, buka membuka borok aparatur penegak hukum, sekecil ujian nasional pun masih menjadi pembicaraan hangat. Kebingungan bertambah dengan tidak jelasnya fungsi Pancasila sebagai Ideologi bangsa. Apakah Pancasila itu kapitalis? "bukan". Apakah Pancasila itu sosialis? "bukan". Apakah Pancasila itu komunis?" juga bukan. Yang jelas orang tahu adalah Pancasila sebagai pemersatu bangsa, memaknai Bhinneka Tunggal Ika.

Sementara itu Direktur Utama The World Peace Committee / Komisi Perdamaian Dunia, Djuyoto Suntani dalam buku berjudul "Indonesia Pecah" yang terdiri atas 172 halaman termasuk foto-foto itu, menarik untuk dibaca karena sedikitnya ada tujuh penyebab Indonesia terancam pecah, seperti siklus sejarah tujuh abad, atau 70 tahun.

Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan "pecah" menjadi 17 negara bagian, dan sebagai induknya Negara Republik Jamali yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Bali sebagai induk imperium kerajaan Majapahit kala itu.

Sudah merupakan suratan Tuhan Yang Maha Kuasa, setiap 70 tahun berjalan suatu kerajaan atau Negara kebanyakan terjadi perpecahan mungkin juga termasuk di Indonesia.

Lembaga Swadaya internasional, kata Djuyoto membuat garis kebijakan mendasar pada patron penciptaan dunia baru.

Indonesia, kini juga sedang digarap untuk dipecah-pecah menjadi sekitar 17 negara bagian oleh kekuatan kelompok kapitalisme dan neoliberalisme yang paham pada sekuralisme.

Upaya memecah-belah Indonesia itu dilakukan melalui strategi "Satu Dolar AS menguasai dunia" yang diorganisasikan oleh organisasi tinggi yang tidak pernah muncul dipermukaan, namun prakteknya cukup jelas yakni berbaju demokratisasi dan HAM.

Tantangan Pancasila

Negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang pada umumnya hanya memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan kualitas yang masih rendah, hanya memperoleh nilai tambah yang relatif kecil, ditambah kekalutan kondisi dalam negeri, berakibat masih sangat tergantung pada modal dan teknologi dari Negara maju. Di samping itu berbagai tuntutan pelanggaran HAM, prinsip perdagangan bebas, dan kelestarian lingkungan hidup harus dipenuhi agar tidak dikenakan sanksi dari dunia internasional.

Perkembangan regional sangat dipengaruhi oleh kesepakatan tentang perdagangan bebas yaitu AFTA yang berlaku pada tahun 2003, dan APEC pada tahun 2020. Bila Indonesia tidak siap dengan daya saing dan pengaturan perekonomian nasional yang kondusif, maka Indonesia hanya berperan sebagai objek dan pasar dari Negara maju dan Negara tetangga ASEAN. Dalam kondisi Indonesia yang sedang terpuruk, solidaritas ASEAN juga surut. Kini berkembang lagi CAFTA (China Asean Federation Trade Association).

Kehidupan nasional sejak pertengahan tahun 1998 sampai saat ini dalam kondisi terpuruk di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan. Di tingkat pusat, konflik antar elit politik serta perpecahan dalam tubuh partai secara internal masih terus berlangsung. Sehingga cenderung kurang perhatiannya pada konflik di daerah yang menuju ke disintegrasi bangsa. Sedangkan di tingkat daerah dengan dilaksanakannya otonomi daerah, terdapat kecenderungan munculnya KKN yang diwarnai primondialisme suku, agama dan daerah, yang mengakibatkan konflik horizontal dan pengusiran pendatang.

Masyarakat Indonesia yang heterogen dan plural menyimpan potensi besar untuk masuk ke dalam konflik baik horizontal maupun vertikal. Bahkan dapat berbentuk complicated conflict dan latent. Kemajemukan masyarakat secara kultural sangat rentan terhadap bahaya ketegangan konflik, dalam kondisi yang kritis dapat mengarah pada separatisme dan perang saudara.

Kekerasan sering pula digunakan oleh pihak yang relatif inferior untuk memaksa pihak yang superior untuk tunduk kepada tujuan politik pihak inferior. Sebagai sarana pemaksa kekerasan itu lebih lazim dikenal sebagai teror (terorisme), cakupannya dapat bersifat nasional, dapat pula bersifat lintas nasional. Wujud kekerasan biasanya direpresentasikan dalam bentuk ketakutan yang melampaui batas kewajaran. Sasarannya adalah kegentaran moral pihak yang lebih superior. Terorisme menjadi semakin rumit manakala sasarannya adalah masyarakat umum yang tidak terlibat konflik, sarana, metode, dan ruang waktunya kadang-kadang tidak terduga. Seperti kasus Bom Bali I dan Bom Bali II (2005).

Selain itu, terdapat dua masalah penting yang mempengaruhi secara positif maupun negatif terhadap integrasi nasional yaitu nasionalisme dan ketimpangan sosial. Kedua masalah itu harus ditransformasikan menjadi nilai-nilai bangsa yang dapat merupakan perekat bagi masyarakat bangsa yang pluralistik dan heterogen. Untuk itu, semangat kebangsaan harus dikembangkan ke arah nasionalisme demokrastis – konstruktif yang tidak mempertentangkan ke arah nasional dengan kepentingan regional dan global, yang melihat Negara dan bangsa ini bagian dari dunia dan yang memberikan motivasi yang hebat bagi bangsa untuk memperkecil jurang kemajuan di segala bidang dengan Negara-negara yang telah jauh lebih maju, ketimpangan sosial harus ditransformasikan menjadi keadilan sosial.

Kendala yang dihadapi Indonesia dalam mencegah disintegrasi antara lain :

a. Masalah sistemik yang bersifat institusional, yaitu warisan kondisi dari Orde Baru dimana semua fungsi pemerintahan dipikul oleh lembaga-lembaga pusat dan terpusat.

b. Masalah struktural, antara lain sistem perekonomian Indonesia yang selama 33 tahun terakhir sangat bersifat sentralistik / ekonomi komando, pembiayaan pembangunan nasional hampir seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri yang menyisakan beban hutang sangat berat.

c. Masalah kebudayaan yang selama 30 tahun terakhir. Budaya Indonesia seolah-olah ditinggalkan, menghasilkan mentalitas yang memandang perbedaan sebagai suatu pertentangan.

d. Masalah paradigma, yang berubah secara signifikan dan semula masyarakat yang otoritarian menjadi masyarakat yang tertata (civil society).

Di bidang demokrasi Indonesia memang merupakan Negara terbesar ketiga sesudah India, AS, tetapi dampak demokrasi yang semata-mata dicomot dari luar negeri tanpa mengindahkan berbagai permasalahan dan anatomi bangsa Indonesia, hanya akan membuat bangsa ini selalu dirundung persoalan.

Lihat saja pada pelaksanaan Pilkada Bupati, Gubernur ataupun pemilihan Presiden. Suasananya beraroma politik uang, gontok-gontokkan di kalangan rakyat pendukung dan ujung-ujungnya korupsi makin gentayangan seperti yang kita saksikan sekarang.

Demokrasi ala Barat lahir dari tantangan yang berbeda yang dihadapi bangsa Indonesia. Sedangkan kita memiliki banyak perbedaan etnis, agama, budaya yang semua itu membutuhkan sistem pendekatan "musyawarah-mufakat" dalam mengambil keputusan bersama, dengan semangat kekeluargaan.

Tetapi dengan dalih demokratisasi dan HAM, semua pandangan kebangsaan yang digali sejak orde Boedi Oetomo itu, kini berantakan.

Praktek demokrasi yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok, menciptakan bahasa yang berbeda dalam pembangunan, sehingga semua unsur berkesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan.

Uang menjadi segalanya sehingga terkuak berbagai suap, korupsi, manipulasi di banyak sektor. Sebaliknya sistem musyawarah-mufakat lebih menonjolkan kemampuan dan panutan tanpa mengutamakan pembiayaan material.

Kita khawatir, unsur persatuan dan kesatuan bangsa sudah diambang kehancuran jika setiap Pilkada yang menonjol adalah gontok-gontokkan, aliran uang, dan janji gombal.

Kesimpulan

Pancasila seharusnya dijadikan / di referensikan sebagai geopolitik dan geostrategi bangsa. Mengutip istilah Prof. DR. Ermaya Suradinata, SH, MS, MH hukum, dasar geopolitik dapat diartikan sebagai sistem politik atau Peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau teritorial dalam arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada sistem politik suatu Negara. Sebaliknya politik Negara itu, secara langsung akan berdampak kepada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu kepada geografi sosial (hukum geografi), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.

Hukum dasar geostrategi diartikan metode dan aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan nasional yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan bermartabat. Sir Balford Mackinder (1861-1947) profesor geostrategi Universitas London dengan teorinya "Geostrategi Kontinental" merupakan mercu suar bagi sosial-budaya-keamanan dunia yang saat ini dipakai oleh Negara-negara maju maupun Negara berkembang.

Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, yaitu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang satu kesatuan ideologi, satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan dalam satu kesatuan ketahanan nasional.***

Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana UMA / UISU. Juga Mantan Penatar P4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.