Laman

Selasa, 15 Juni 2010

Hati-Hati Dengan Pengasuh Bayi (Baby Sitter)


Iman Dharma/nakita

Pengasuh bayi memang jadi penting artinya saat kita tak bisa berada dekat si kecil. Tapi bukan berarti kita boleh santai-santai. Waspada tetap harus ada

Baru-baru ini di Taipei (Taiwan), seorang bayi berusia 3 bulan dianiaya pengasuhnya. Dipukul,dilempar ke atas sofa, dan perlakuan kasar lainnya. Itu pun baru ketahuan setelah kakak si bayi yang berusia 2,5 tahun mengadu pada ayah dan ibunya. Katanya, si adik sudah sering diperlakukan demikian oleh babysitter-nya.

Antara percaya dan tidak, akhirnya dipasanglah sebuah kamera untuk memonitor dan merekam apa yang dilakukan si pengasuh. Benar saja, si pengasuh memperlakukan si bayi dengan kasar sementara si kecil cuma bisa menangis keras. Adegan itu pun sempat ditayangkan di televisi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

"Tentu saja, dampaknya pada si anak akan amat besar," komentar Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa yang amat tersentuh dengan berita tentang perlakukan kasar tadi. Bayi, kata Singgih, ibarat sebuah adonan yang belum terbentuk. "Jadi, perlakuan yang keras dan kasar akan memetakan sesuatu padanya," jelas Vice Chairman Tarumanagara Foundation ini. Bisa jadi setelah besar nanti si bayi akan kehilangan kehalusannya, kehilangan perangai, atau kehilangan keintiman. Karena semua itu tak biasa ia dapatkan akibat perlakuan kasar dan keras yang lebih kerap diterimanya.

MEMILIH PENGASUH

Meski peristiwa tersebut berlangsung di negeri tetangga, namun cukup membuat waswas para orang tua, khususnya para ibu yang terpaksa menyerahkan pengasuhan anaknya pada pengasuh bayi alias babysitter karena mereka harus bekerja di luar rumah. Itu pula yang jadi perhatian Singgih sehingga ia kemudian mengingatkan para orang tua untuk berhati-hati dalam memilih pengasuh anak. "Jangan cuma menitikberatkan pada keterampilan pengasuh semata. Perhatikan juga faktor kasih sayang karena babysitter merupakan sosok pribadi yang akan terus-menerus berhubungan dengan anak," tutur mantan Kepala Bagian Psikologi Anak dan Perkembangan Universitas Indonesia ini.

Memang, aku Singgih, tak mudah mendapatkan sosok pengasuh yang memiliki kecintaan pada anak. Masalahnya, si pengasuh bukanlah ibu yang langsung melahirkan si anak. "Pendek kata, para pengasuh bayi tak disiapkan untuk menjadi seorang ibu," ujarnya. Bekal yang mereka terima dari yayasan pun, umumnya hanya sebatas cara memberi makan bayi. Tentang bagaimana membujuk agar si bayi mau makan, misalnya, tak ada dalam pelajaran tersebut.

Bahkan tak jarang terjadi, bagaimana seharusnya mencuci peralatan makan/minum bayi, masih sering harus kita ajarkan dan latih. Nah, jangan lagi bicara soal pengetahuan yang menyangkut tumbuh kembang bayi. Amat sulit diharapkan.

CEK DAN RICEK

Begitulah, mengingat tidak mudahnya memilih dan mendapatkan pengasuh anak yang pas, Singgih mengibaratkan proses seleksi babysitter mirip dengan seleksi pegawai perusahaan. "Yang pertama-tama harus diandalkan adalah feeling atau perasaan si orang tua. Kita mungkin tak punya background untuk menilai seorang pengasuh dengan cara yang obyektif. Jadi, mau tidak mau kita harus menggunakan feeling," kata penulis berbagai buku psikologi perkembangan dan psikologi olahraga ini.

Selain itu, orang tua juga perlu memperhatikan cara bicara sang calon pengasuh. Dari situ, kata Singgih, dapat diketahui bagaimana cara si pengasuh memberi respon terhadap sang bayi. Respon inilah yang nantinya akan mengembangkan cara bicara si bayi. "Ya, jangan menuntut tata bahasa yang prima. Yang logis-logis saja. Kita, kan, tak bisa sampai mengajari seorang pengasuh untuk berbicara dengan bahasa yang teratur dan baik." Setidaknya, dari nada suara si calon pengasuh, orang tua bisa tahu, apakah nada suaranya keras atau kasar, dan sebagainya.

Namun demikian, sekalipun orang tua telah menemukan pengasuh yang "tepat" untuk bayinya, Singgih tetap meminta agar orang tua tak hanya mengandalkan kepercayaan saat menggunakan jasa si pengasuh. "Sesibuk apa pun, orang tua harus tetap aktif mencari tahu bagaimana perlakuan si pengasuh terhadap bayi. Istilahnya, melakukan cek dan ricek. Jangan sampai orang tua menyerahkan kepercayaan sepenuhnya pada babysitter."

Tentunya sistem pengawasan dan pemantauan ini memang tak mudah. Tapi setidaknya para orang tua harus tetap berusaha mencari solusi yang terbaik. Nah, salah satu sistem pengawasan yang ditawarkan Singgih ialah mengajak orang lain ada di rumah untuk bekerja sama. Entah itu pembantu, sopir, atau tukang kebun. "Jadi, selagi orang tua pergi, ajak mereka untuk mengawasi babysitter. Kalau mereka mempunyai niat untuk membantu tentunya mereka akan gampang diajak bekerja sama."

BAYI REWEL

Untuk mengetahui apakah si bayi mengalami tindak kekerasan atau tidak, dapat dideteksi dengan melihatnya secara fisik. Misalnya, adakah ditemukan memar di bagian tertentu atau di sekujur tubuhnya. Sementara secara psikis, deteksi bisa dilakukan dengan melihat kerewelan si bayi. "Kerewelan bayi merupakan dampak jangka pendek yang mudah dikenali bila ia mendapat perlakuan yang tak benar dari si pengasuh," terang Singgih.

Nah, bila bayi ibu selalu rewel, waspadalah. Itu bisa merupakan tanda adanya suatu pemaksaan. Karena, seperti dikatakan Ketua Yayasan Anak Indonesia ini, "Suatu pemaksaan akan selalu menimbulkan unpleasant feeling."

Selanjutnya, bila orang tua menyadari atau mencurigai bayinya mengalami kekerasan fisik, Singgih menegaskan si bayi harus langsung ditarik dari suasana tersebut. "Jangan hanya karena terpaksa kita lalu mempercayakan bayi kita pada seseorang yang kita tahu tidak baik."

Bersamaan dengan itu, segeralah bawa si bayi ke dokter ahli anak untuk melakukan observasi psikis, emosi, maupun kesehatannya, sehingga bisa diketahui seberapa parah kekerasan yang dialami si bayi. "Seorang dokter ahli anak akan segera dapat mendeteksi, mana happy child atau yang unhappy child."

Lalu, apakah semua dampak kekerasan ini bisa dihilangkan? Syukurlah, jawabannya, ya! Walaupun dalam ilmu psikologi, menurut Singgih, kekerasan dapat meninggalkan "kenangan" tersendiri dalam memori anak, tapi, toh, tetap bukan harga mati. "Semakin kecil anak, kesempatan untuk memperbaiki semakin besar. Oleh sebab itu orang tua harus cepat mengganti kekerasan yang telah terjadi dengan memberi sentuhan kasih sayang pada anak dan tentu saja orang tua perlu membawa anak ke dokter ahli," tutur guru besar pada program Pasca Sarjana UI dan Universitas Gajah Mada ini.

Perlunya Wawancara

Satu hal yang kerap dilupakan oleh para ibu saat merekrut calon pengasuh anaknya adalah melakukan wawancara. Seringkali para ibu sudah merasa cukup hanya dengan mendengar referensi dari kenalan bahwa yayasan anu babysitter-nya bagus, kemudian langsung menerima si pengasuh setelah menelepon pihak yayasan. Syukur kalau ibu bisa langsung mendapatkan pengasuh yang cocok dan baik, tapi kalau tidak?

Nah, untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, cobalah lakukan wawancara terlebih dulu. Tips berikut dapat membantu ibu dalam melakukan wawancara:

* Apakah ia rapi dan bersih?

Perhatikan penampilannya saat Anda bertemu pertama kali dengannya. Baju yang bernoda kotor, rambut yang tak teratur atau kelihatan kusam dan lengket karena jarang dikeramasi, serta kuku-kuku tangan yang kotor merupakan tanda-tanda buruk.

* Apakah ia cukup disiplin?

Minimal hal ini bisa diketahui dari terlambat-tidaknya ia pada pertemuan pertama. Bila ia datang terlambat, Anda boleh meragukan kedisiplinannya. Karena, bila untuk hal kecil saja ia tak bisa disiplin, bagaimana dengan urusan yang besar semisal memberi makan anak. Bisa-bisa bayi Anda akan memiliki pola makan yang tak teratur.

* Apakah ia cukup teratur?

Kala Anda minta ia menunjukkan surat dari yayasan, apakah ia sampai mengaduk-aduk seluruh isi tasnya? Bila demikian, bisa menjadi pertanda ia bukanlah orang yang teratur dan cenderung ceroboh.

* Apakah secara fisik ia bisa diandalkan?

Selain si calon harus betul-betul sehat fisik, Anda pun harus melihat umurnya. Jangan sampai Anda memilih pengasuh yang usianya sudah menjelang paruh baya. Kendatipun dengan usia tersebut bisa dikatakan telah berpengalaman minimal ia tentu sudah berpengalaman mengasuh anaknya sendiri namun ia tak cukup diandalkan untuk menggendong bayi sepanjang hari, baik pada saat si bayi baru lahir maupun ketika si bayi sudah tumbuh besar.

Untuk memastikan kondisi kesehatan si pengasuh, tanyakan referensi kesehatannya pada pihak yayasan. Bila Anda tak yakin sementara Anda merasa sudah mantap dengan si calon, tak ada salahnya Anda memeriksakan calon pengasuh ke dokter. Toh, ini demi kebaikan Anda dan anak Anda juga.

* Apakah ia kelihatan sayang pada anak-anak?

Untuk mengetahuinya, Anda perlu mengetesnya. Berilah waktu sekitar 1-2 jam untuk si calon bersama bayi Anda. Perhatikan dan amati bagaimana interaksi di antara mereka. Apakah ia cukup sabar, ramah, berminat, peka, dan memberi respon terhadap kebutuhan si bayi?

* Apakah ia tampak pintar?

Anda tentu menginginkan seseorang yang dapat mengajar dan menghibur si bayi, juga dapat mengambil keputusan tepat dalam situasi sulit. Cara mengetesnya bisa dengan mengajukan sejumlah pertanyaan, misalnya, apa yang akan ia lakukan bila si bayi menangis, tak mau makan, sakit, dan sebagainya.

* Apakah ia cukup komunikatif?

Dari caranya berbicara dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda, hal ini bisa diketahui. Kalau bicaranya atau jawabannya hanya sepatah dua patah kata atau seperlunya saja, boleh jadi ia memang bukan orang yang banyak bicara.

* Apakah Anda merasa nyaman dengannya?

Kendati semua persyaratan di atas dapat dipenuhi oleh si calon, namun bila Anda masih juga merasa kurang sreg, sebaiknya jangan paksakan diri untuk menerimanya. Demi kebaikan si bayi, Anda pun harus memiliki kecocokan dengan si pengasuh. Dengan demikian, komunikasi yang terbuka di antara Anda berdua dapat terjalin.

Mintalah pihak yayasan untuk mengirimkan calon pengasuh lainnya. Atau, lebih baik Anda datang sendiri ke sana kala yayasan memiliki cukup banyak "stok" babysitter, sehingga Anda pun memiliki banyak alternatif.

Faras Handayani/nakita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.