Laman

Senin, 12 Juli 2010

Cuma Ada 3.200 Ekor Harimau di Dunia


Ucok, harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) asal Nanggro Aceh Darussalam di kandang rehabilitasi di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) di kawasan Tambling, Lampung, Jumat (6/11). Ucok dan ketiga harimau Sumatra lainya akan dilepasliarkan di kawasan TWNC yang memiliki luas area 45 ribu hektar.

DENPASAR, KOMPAS.com - Keberadaan satwa harimau kini kritis. Di seluruh dunia hanya tersisa sekitar 3.200 ekor meliputi enam sub-spesies, yaitu Harimau Sumatera, Bengal, Amur, Indochina, China Selatan, dan Malaya.

Ancaman utama kepunahannya mencakup hilang dan terfragmentasinya habitat yang tidak terkendali, berkurangnya jumlah mangsa alami, perburuan dan perdagangan ilegal, serta konflik dengan masyarakat yang tinggal di sekitar habitat harimau, demikian laporan dari Denpasar, Minggu.

Laporan itu disampaikan Kementerian Kehutanan RI menyambut penyelenggaraan pertemuan delegasi 13 negara yang memiliki harimau alam bertajuk "Pre Tiger Summit Partners Dialogue Meeting" di Ayodya Resort Bali, Nusa Dua, Senin (12/7/2010).

Kegiatan yang dijadwalkan dibuka Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tersebut, merupakan persiapan sebelum digelar konferensi internasional konservasi harimau tingkat kepala negara "World Tiger Summit" yang direncanakan dilaksanakan di Saint-Peterburg, Rusia pada 15 - 18 September 2010.

Menurut Ketua Forum Harimau Kita Hariyo T Wibisono, dalam penjelasan bersama Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Dr Ir Harry Santoso, sub-spesies yang ada di Indonesia, Harimau Sumatera, kini populasinya sekitar 400 ekor.

Populasi sebanyak itu, mewakili 12 persen dari total satwa langka itu di dunia. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara kunci dalam pelestarian harimau di dunia.

"Ironisnya, habitat Harimau Sumatera telah menyusut hampir 50 persen dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Sekitar 70 persen dari habitat tersisa tersebut berada di luar kawasan konservasi yang tersebar pada setidaknya 20 petak hutan yang terisolasi satu dengan lainnya," papar Hariyo.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian besar populasi Harimau Sumatera yang tersisa tidak dalam perlindungan yang memadai. "Oleh karena itu, menjadi penting bagi warga negara Indonesia untuk segera merapatkan barisan dan mengambil langkah konservasi yang konkret dan tepat, agar Harimau Sumatera tidak bernasib sama dengan kedua saudaranya yang lebih dahulu punah, yaitu Harimau Jawa dan Bali," ujarnya.

Direktur Eksekutif WWF-Indonesia Dr Efransjah menilai pentingnya langkah penyelamatan habitat yang tersisa, restorasi kawasan kritis, serta mengimplementasikan tata ruang yang mendukung pembangunan secara lestari, guna memberikan wilayah jelajah yang cukup bagi Harimau Sumatera.

"Masalah pentingnya meminimalisir kemungkinan konflik dengan manusia, perlu menjadi agenda bersama dalam penyelamatan satwa dilindungi tersebut," katanya menegaskan.

Ia menambahkan bahwa penyelamatan hutan, penataan ruang secara lestari dan restorasi kawasan kritis habitat Harimau Sumatera juga sangat sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia kepada dunia dalam upaya mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan.KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.