Laman

Rabu, 17 November 2010

Bermain Bagian dari Belajar


Kompas.com — Jangan dikira kegiatan belajar cuma bisa dilakukan di dalam kelas atau membuka-buka buku, kegiatan bermain tenyata juga bermanfaat untuk mengembangkan seluruh kapasitas anak. Bahkan, 70 persen perkembangan otak anak pada tiga tahun pertama usianya dioptimalkan dengan bermain.

Sayangnya, masih saja ada orangtua yang mempersepsikan salah kegiatan bermain. Bagi mereka, bermain adalah kegiatan fisik hiburan sehingga tidak dianggap penting. Berdasarkan sebuah penelitian, waktu bermain anak telah mengalami penurunan dari 40 persen di tahun 1980-an menjadi 25 persen di akhir tahun 1990-an.

Memang tak bisa dipungkiri kenyataan ada orangtua yang lebih suka anaknya belajar atau beristirahat daripada bermain. Hal tersebut dikarenakan tingginya ekspektasi orangtua pada anaknya untuk berprestasi dalam bidang akademik tanpa menyadari adanya tekanan pada anak.

"Saat ini kita memang harus bertempur dengan tren kegiatan anak adalah belajar sejak kecil. Belajar dalam pengertian yang kaku," cetus dra. Mayke STedjasaputra, M.Si, psikolog dan play terapist dalam acara peluncuran Kampenya Bermain ELC yang diadakan oleh Early Learning Center (ELC) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Mayke menegaskan bahwa kegiatan bermain sama pentingnya dengan pendidikan. Terlebih, bermain merupakan hak anak. "Lewat kegiatan bermain, anak belajar. Ada banyak pengalaman baru yang dialami anak, apalagi kemampuan seorang anak barulah praoperasional sehingga mereka perlu melakukan eksplorasi, melihat, meraba, atau menyentuh suatu obyek," paparnya.

Ketika bermain, seorang anak juga akan belajar melalui trial and error sehingga mempunyai pengalaman dunia nyata. "Anak perlu pengalaman langsung dan konkret sebab kapasitas kognitif anak kecil belum siap belajar sesuatu yang abstrak," tambah Mayke.

Dengan bermain, menurut Mayke, ada tiga area perkembangan anak yang akan terpacu, yakni motorik, kognitif, dan sosial. Sisi motorik anak akan terangsang sebab mereka bergerak dan menggunakan seluruh senses dan anggota tubuhnya. "Kecerdasan atau kognitifnya juga terasah sebab dari tidak tahu, anak menjadi tahu," paparnya.

Anak juga akan mengerti perbedaan antara milik sendiri dan milik temannya. "Bermain dalam kelompok juga akan membantu mengembangkan rasa percaya diri anak dan bermanfaat untuk kemampuan sosialnya. Ia juga akan belajar cara mengekspresikan idenya," urai pengajar senior di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

Syarat utama dari kegiatan bermain adalah menyenangkan dan aman. Mayke juga menyarankan agar alat permainan dan jenis permainan disesuaikan dengan usia dan keunikan anak. "Apabila anaknya tergolong aktif dan tidak bisa diam, kita bisa memilihkan permainan yang membuatnya terus bergerak, misalnya memasukkan bola ke dalam keranjang sesuai warnanya. Anak jadi bisa tetap berlari-lari, tetapi juga belajar mengenal warna," katanya.

Bermain memang tidak selalu harus menggunakan alat, tetapi pada umumnya anak menyukai mainan. Dalam memilih mainan untuk anak, ada beberapa petunjuk yang bisa dipakai, seperti apakah mainan itu aman digunakan dan apakah mainan tersebut sesuai dengan tahap perkembangan anak. Untuk mengetahuinya, biasanya di dalam kemasan buatan pabrik tertera usia yang cocok untuk permainan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.