Laman

Jumat, 21 Mei 2010

Ponsel Cina, Desain Tiruan yang Melanggar Hukum?

Akhir-akhir ini banyak bermunculan ponsel-ponsel harga murah yang rupanya mirip desain ponsel branded. Benarkah ponsel-ponsel yang majoritas buatan negeri Cina itu memiliki kemampuan sebanding dengan aslinya?

Arena persaingan pasar ponsel Cina yang semakin sesak ternyata membawa tiap pemain di dalamnya untuk bertarung mati-matian demi mendapat perhatian dari calon konsumennya. Setelah ‘obral’ harga dengan segudang fitur yang diusungnya, perkembangan ponsel-ponsel buatan negeri tirai bambu ini tidak memperlihatkan geliat inovasinya lagi.

Feature dual-mode dan TV Tuner yang di awal kiprahnya mampu menyihir perhatian pecinta ponsel sudah mulai terasa usang, standar dan tidak bisa menjadi senjata andalan diferensiasi produk lagi. Apalagi saat ini hampir tiap merk ponsel Cina (ponsel lokal) sudah banyak menawarkan kedua feature ini.

Alih-alih perkembangan ponsel Cina pun tertuju pada desain dan bentuknya yang masih dirasa monoton. Sayang, untuk urusan yang satu ini ponsel-ponsel pabrikan negeri tirai bambu masih belum mampu memperlihatkan gregetnya. Bukan inovasi terlahir, yang ada malah aksi cloning desain dari produk yang sudah ada, seperti yang dapat kita lihat pada beberapa varian ponsel Cina yang muncul akhir-akhir ini. Agar lebih mudah dipersepsi, ponsel-ponsel berdesain mirip merekan ponsel branded ini kita sebut saja ponsel “berdesain mirip”.

Bila diperhatikan sekilas, apalagi jika hanya melihatnya dari lembaran brosur, ponsel berdesain mirip ini akan terlihat sama dengan model ponsel-ponsel branded, namun ketika kita memegangnya secara langsung barulah terasa bedanya. Bukan hanya dari fisiknya yang dibalut dengan bahan material berbeda, kita pun bisa membedakannya pada fitur dan aplikasi yang dimilikinya. Di samping itu masih banyak pembeda-pembeda lainnya yang membedakan ponsel-ponsel yang berdesain mirip dengan aslinya.

  • Merk. Cara yang paling mudah untuk membedakan sebuah produk adalah dari namanya. Ponsel-ponsel Cina yang banyak beredar di sentra-sentra ponsel sebenarnya telah mendapat izin dagang dari pemerintah, jadi walau ponsel-ponsel tersebut berdesain menyerupai model ponsel lain tetapi harus memiliki label masing-masing.
  • Material chasing. Meski tampang luarnya mirip merek branded namun body chasing ponsel-ponsel buatan Cina dibalut oleh bahan berbeda. Namun jika dibandingkan secara langsung maka akan dengan mudah Anda membedakannya.
  • Baterai. Selain bahan chasing, baterai merupakan pembeda fisik yang mudah dikenali. Untuk membedakannya kita bisa melihat hologram yang ditempel pada masing-masing battery ponsel.
  • Fitur dan aplikasi. Ponsel-ponsel buatan Cina memiliki kelemahan dalam hal aplikasi. Misalnya, meski ponsel-ponsel tersebut sudah mendukung Java namun tidak berarti semua aplikasi Java dapat ditanamkan pada ponsel-ponsel buatan negeri tirai bambu tersebut.
  • Tidak ada teknologi 3G. Pemerintah Cina mengembangkan teknologi generasi ketiga miliknya sendiri, jadi pada ponsel-ponsel impor dari sana belum ada ponsel yang bisa mendukung teknologi broadband ini.
  • Resolusi kamera rendah. Untuk membedakan besarnya resolusi kamera, Anda cukup mengalikan nilai resolusi vertikal dengan horizontalnya, hasil perkalian tersebut merupakan nilai resolusi kamera yang dimiliki ponsel.


Paparan di atas tentunya belum mewakili seluruh pembeda antara ponsel-ponsel Cina yang berdesain mirip dengan pendahulunya yang sudah memiliki identitas merek luas, masih tersisa spesifikasi-spesifikasi lainnya yang dapat kita lihat perbedaannya, sebut saja kualitas suara maupun layanan garansi yang ditawarkan.

Hanya Ponsel Laris

Kasus pengopian model pada ponsel sendiri bukanlah kasus baru, sebelumnya di negeri tirai bambu sana pihak Nokia pernah menggugat beberapa vendor dan distributor terkait kasus serupa. Di negara berpenduduk terbanyak itu, Nokia sudah menguasai 28 persen pangsa pasar dan Nokia 7260 merupakan ponsel yang paling banyak diduplikat.

Seperti pada kasus motor Cina beberapa tahun lalu yang banyak mencontek motor-motor laris buatan Jepang, dalam kasus ponsel ini hal serupa sedikit berulang. Produk-produk yang banyak diminati masyarakatlah yang banyak diduplikat, pada kasus ponsel berdesain mirip ini giliran ponsel-ponsel Nokia yang dimangsa.
Nokia 5310 merupakan yang paling banyak dikloning, walau begitu ponsel batang ini tidak sampai seluruh spesifikasi berhasil diduplikasi. Beyond B530 dan Titan T100 merupakan contoh nyata yang menyerupai ponsel musik ini, namun keduanya hanya serupa dalam desain luarnya saja, sedangkan fitur lainnya seperti Java dan audio jack 3.5 mm tidak dimiliki kedua ponsel tersebut, bahkan jika diperhatikan lebih teliti menu aplikasinya pun terlihat jauh berbeda.

Walau begitu munculnya ponsel-ponsel berdesain mirip merk ponsel branded ini bisa menjadi pilihan alternatif sebab ditawarkan pada kisaran harga yang jauh lebih murah. Anda cukup merogoh 1,8 juta rupiah untuk mendapatkan Nokia E90 ‘versi low-end’ pada Mixcon E600, bandingkan dengan harga Nokia E90 asli yang dijual pada kisaran 8 jutaan.

Asal Ada Tujuh Pembeda

Mengekor produk yang sudah ada tentu saja ada risiko yang harus dibayar, isu seputar HAKI menjadi topik yang paling menarik, banyak kasus berakhir tragis di atas meja hijau terkait perlindungan hak cipta, bagaimana dengan kasus ponsel berdesain mirip ini?

Perundangan mengenai desain industri sendiri di negara kita diatur oleh UU 31/200, dikatakan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Apabila mengacu pada pasal di atas maka dapat dipastikan jika ponsel-ponsel yang menyerupai desain ponsel yang sudah melanggar perundangan tersebut. Walau begitu pihak vendor ponsel berdesain mirip berpendapat jika produk-produk yang dijualnya tidak menyalahi aturan manapun karena ponselnya yang sudah memiliki izin dagang dari pemerintah dan memiliki tujuh ciri pembeda.

Menurutnya, ketujuh pembeda tersebut bisa feature maupun dari bentuk fisiknya. Sementara vendor lainnya ada yang berpendapat lain lagi, menurutnya asalkan pada ponsel sudah memiliki minimal 10% pembeda maka barang tersebut tidak menyalahi aturan secara hukum. Namun, Achmad Jazuli dari SSAJ Law Firm membantah adanya tujuh ciri pembeda pada suatu produk, “Setahu saya tidak ada tujuh pembeda itu” tutur Jazuli saat dikonfirmasi Sinyal terkait kasus ponsel berdesain mirip ini. Nah lo…


(Uteng Iskandar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.