Laman

Kamis, 10 Juni 2010

Memburu Kabut Mistis Candi Borobudur


KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT
Candi Borobudur dengan stupa induk sebagai puncak candi di tengah kabut pagi difoto dari Puntuk Situmbu, Dusun Kurahan, Desa Karang Rejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/5/2010). Candi Borobudur dibangun sekitar abad VIII pada masa wangsa Syailendra berkuasa. Tahun 1991 Candi Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.

TANAH masih basah bekas siraman hujan petang kemarin. Lagkah-langkah kaki terus menapaki jalan setapak menanjak menembus pagi buta yang dingin. Penerangan satu-satunya yang ada hanya titik lampu senter dari dua orang warga dusun yang memandu empat orang pendatang menuju kawasan puncak puntuk atau bukit Situmbu.

Sejak pukul 4.30 WIB mereka bergerak dari perkampungan di Dusun Kurahan, Desa Karang Rejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, untuk membelah hutan yang ditumbuhi pepohonan jati dan sengon. Berselang 20 menit mereka tiba di kawasan puncak yang lapang, sebuah titik bagi mereka untuk memulai berburu foto kabut menyelimuti Candi Borobudur.

Ketika fajar perlahan muncul di antara lereng Gunung Merapi dan Merbabu, saat itulah Candi Borobudur seperti menyembulkan stupa induk yang merupakan puncak candi di tengah semaian kabut tebal. Saat itu juga dengan perlahan arsitektur candi abad ke VIII tersebut terasa memancarkan keajaiban, mistis, dan sunyi.

Kekuatan itu semakin dalam, karena kabut menyelimuti sekelompok orang di bawahnya yang amat takzim kepada para bhikku dan umat yang bersiap menanti tibanya detik-detik Tri Suci Waisak 2010 besok paginya di pelataran candi.

Perburuan belum berhasil. Mereka, para fotografer harus sabar menunggu kabut berarak, berharap kabut kian menipis sehingga puluhan stupa menampakan keutuhannya sebagai bagian candi yang siluet.

Walaupun langit tampak cerah dan masih terlihat sisa bintang, kabut tidak serta merta cepat menipis. Cuaca sulit ditebak oleh mereka, karena memang petang kemarin kawasan setempat diguyur hujan.

Perhitungan

Nuryanto, 30 tahun, salah seorang pemandu mengatakan, butuh perhitungan yang tepat saat memotret Candi Borobudur diselimuti kabut tipis di puntuk Situmbu. Biasa menurutnya sepanjang Juni hingga Agustus adalah waktu yang bagus untuk memotret.

"Di luar bulan tersebut biasanya selalu hujan dan candi tidak terlihat sama sekali dari sini (puncak) karena dipastikan sangat lama tertutup kabut tebal, kalaupun cerah, posisi matahari kurang tepat sehingga kurang bagus," terangnya.

Bahkan, menurutnya beberapa wisatawan maupun fotografer harus berkali-kali ke puncak bukit tersebut untuk mendapatkan momen buruannya. Seperti halnya Heru Sri Kumoro, fotografer Kompas di Solo, setelah yang kedua kali ke sana baru dia bisa mendapatkan lanskap candi.

Selama 2010 ini tercatat ratusan orang telah mendaki kawasan. Pada bulan tertentu misalnya bulan Agustus para wisatawan mancanegara ramai berkunjung. "Tapi sering juga tidak ada wisatawan satupun dalam hari dan bulan tertentu karena musim hujan dan cuaca dirasa tidak mendukung," terang Riyakub, pemandu lainnya.

"Jika langit bagus, paling lambat pukul lima kita sudah harus mendaki, biar kita tidak kehilangan pemandangan," tambahnya.

Sejak dua tahun lalu, puncak bukit tersebut telah dikelola sebagai salah satu tujuan wisata panorama matahari terbit serta kabut candi. Dusun Kurahan ditempuh sekitar 20 menit perjalanan kendaraan bermotor dari Candi Borobudur. Di pos awal pendakian, wisatawan dapat memarkir kendaraannya dan di pos itu juga biasa sudah menunggu para pemandu dari pemuda dusun setempat.

Koperasi desa menarik uang sebesar Rp 15.000 per pengunjung untuk pemasukan kas desa. Itu sudah termasuk jasa memandu treking menuju puncak yang ditempuh selama 15-20 menit. Harga tersebut tentu sangat tidak memberatkan dibanding kepuasan meresapi keindahan sekaligus daya mistis Candi Borobudur. FIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.