Laman

Kamis, 10 Juni 2010

Yuk Kita Belajar Membatik



KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Siswa Taman Kanak-kanak An-Nur, Bekasi, belajar membatik di Museum Tekstil, Jakarta, Selasa (2/2). Gambar yang dibuat untuk batik bervariasi, disesuaikan dengan kemampuan anak-anak.

MUSEUM agaknya belum jadi pilihan utama tempat tujuan untuk mengisi waktu luang atau libur. Padahal, sejumlah museum mulai menawarkan berbagai aktivitas yang bisa diikuti pengunjung. Pilihan beraktivitas ini bisa menjadi kegiatan tambahan di samping melihat koleksi di museum.

Susah juga membatik, tapi asyik.
-- Ayu

Di Museum Tekstil, yang terletak di Jalan KS Tubun Nomor 4, Jakarta Barat, misalnya, pengunjung bisa ikut membatik. Pengelola museum menyediakan ruang lokakarya lengkap dengan peralatan membatik.

Jangan ragu membatik kendati belum pernah mencoba. Di museum ini, ada sejumlah pendamping yang memandu langkah-langkah untuk membatik.

Sebelum mulai membatik, kita bisa memilih satu dari ratusan motif batik yang menjadi koleksi museum ini.

Motif itu lantas dijiplak ke kain putih dengan menggunakan pensil. Setelah selesai, barulah kita duduk di sekitar lilin panas yang ditaruh di wajan mungil.

Setelah itu, proses membatik dimulai. Dengan canting dan lilin yang sudah tersedia, kita bisa mengikuti jiplakan pola di kain. Lilin panas digoreskan mengikuti garis pensil di kain. Memang agak sulit karena kita harus berhati-hati agar lilin yang keluar dari canting tidak terlampau lebar atau menetes.

”Susah juga membatik, tapi asyik,” ucap Ayu, siswa kelas VI SD yang ikut kegiatan membatik di museum ini. Tangan Ayu juga sempat terkena tetesan lilin panas. Namun, Ayu tetap senang bisa merampungkan batik bergambar bunga yang dibuatnya.

Setelah semua garis pensil kita tutup dengan lilin, kain itu kita serahkan kepada petugas lokakarya untuk dicelup. Ada pilihan warna merah atau biru untuk mewarnai kain kita. Proses pencelupan memang masih dilakukan petugas. Setelah kain kering, bolehlah kita bawa pulang batik hasil karya kita.

Kita cukup menyediakan waktu minimal satu jam sudah bisa asyik berkutat dengan canting dan lilin untuk menggoreskan motif-motif batik di kain berukuran 30 x 30 sentimeter.

”Kalau ingin belajar membatik lebih dalam, ada juga kelas intensif dengan tiga tingkatan. Setiap tingkatan, terdiri dari empat kali pertemuan. Peminat bebas menghabiskan waktu membatik di sini dalam satu kali pertemuan,” kata Krismini, salah satu pelatih batik.

Kepala Museum Tekstil Indra Riawan mengatakan, membatik adalah satu dari tiga kegiatan yang bisa ikut dikerjakan pengunjung museum. Dua kegiatan lain adalah pewarnaan alami kain serta melipat kain.

Selain Museum Tekstil, Museum Seni Rupa dan Keramik di Kota Tua juga punya kegiatan yang bisa diikuti pengunjung, yakni membuat keramik.

Untuk anak-anak, ada cetakan keramik berbentuk hewan, seperti kodok, burung, cicak, atau kura-kura. Cetakan ini untuk memudahkan membuat keramik.

Orang dewasa bisa menggunakan alat putar keramik. ”Alat ini agak berat sehingga sulit dipakai untuk anak-anak,” ucap Kepala Seksi Koleksi dan Keramik Eny Widayanti.

Agar keramik yang kita buat bagus, pihak museum menyediakan tanah liat khusus yang sudah diolah. Tanah liat yang lembut ini gampang dibentuk dan membuat keramik yang dihasilkan tidak mudah pecah.

Dengan durasi pembuatan keramik antara 1,5 dan 2 jam, kita bisa membuat keramik mungil, seperti cangkir atau wadah kecil. Lokakarya pembuatan keramik ini memang baru sebatas pembentukan keramik. Sementara pembakaran keramik tidak diajarkan lantaran waktu yang dibutuhkan lebih lama.

Masih di sekitar Kota Tua, ada satu lagi museum yang menyediakan kegiatan menarik bagi pengunjung. Museum itu adalah Museum Wayang. Seperti namanya, museum ini menyediakan kesempatan membuat wayang.

Tetapi, bukan wayang kulit yang bisa dilatih di sini, melainkan pembuatan wayang dari janur atau daun muda pohon kelapa. Janur yang sudah dibelah lantas dijalin dengan teknik tertentu sehingga hasil jalinan janur ini bisa berbentuk wayang.

”Dulu, kami sempat menggunakan rumput-rumputan seperti mendong dan oro-oro untuk membuat wayang. Karena semakin sulit mendapatkan bahan itu, maka sekarang kami pakai janur,” ucap Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Katimo NS.

Selain itu, ada juga lokakarya karawitan yang bisa diikuti anak-anak hingga orang dewasa di museum ini.

Masih di kawasan Kota Tua, kita juga bisa berkeliling ke sejumlah museum lain. Kendati tidak semua museum menawarkan kegiatan yang khusus, ada pula sensasi yang bisa dirasakan di museum tertentu.

Museum Bahari dan Menara Miring Syahbandar, meski terlihat kurang perawatan, menarik untuk dikunjungi. Apalagi naik ke Menara Miring Syahbandar. Kemiringan dua derajat ke arah selatan di menara itu membuat pengunjung yang mencoba naik ke menara merasakan sensasi antara rasa ngeri, takut, dan senang.

”Kami membatasi jumlah orang yang naik ke menara. Paling banyak hanya 10 orang dewasa. Untuk anak-anak, mungkin bisa 15 anak yang naik,” kata Gathut Dwihastoro, Kepala Museum Bahari. (Agnes Rita S dan M Clara Wresti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.