Laman

Kamis, 18 November 2010

Konsep Bangunan Rumah Berplafon Tinggi

Hemat Energi, Plus Tambah Nilai Jual

Produk properti memiliki banyak sisi yang bisa dimunculkan sebagai keunggulan. Bukan hanya lahan yang bisa diukur dari strategis tidaknya lokasi, tapi juga desain atau kualitas bangunan. Selain itu, pengaturan sirkulasi udara dengan permainan plafon yang tinggi ternyata dinilai punya daya jual tersendiri.

Surabaya yang notabene adalah kota dengan suhu udara cukup panas mengharuskan pemilik rumah untuk menyiasati agar mereka kerasan tinggal di dalamnya.

Memang, bagi sebagian orang udara panas bisa diakali dengan memasang pendingin udara (AC/air conditioner). Namun, peralatan elektronik ini butuh biaya tidak kecil, belum lagi beban rekening listrik yang harus dibayar setiap bulan.

Salah satu cara yang kini mulai jamak dilakukan pengembang, adalah memanfaatkan sirkulasi udara yang ada, dengan membuat plafon rumah lebih tinggi dari standar yang selama ini digunakan.

Dirut PT Graha Agung Kencana, Nurhadi mengatakan, banyak hal yang mendasari pengembang menerapkan konsep bangunan rumah dengan plafon tinggi. Selain untuk menyiasati pemasangan banyak jendela, langkah ini juga bisa memberi nilai tambah bagi produk propertinya.

“Sangat terasa bahwa dengan keunggulan produk seperti bangunan berplafon tinggi, menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Mereka jelas lebih menyukai konsep seperti ini,” kata Nurhadi, Selasa (16/11).

Ia mengungkapkan, saat ini beberapa proyek perumahan untuk segmen menengah yang dibangunnya menonjolkan konsep plafon dengan tinggi rata-rata 4,5 meter. Seperti pada proyek Green Hill Residence di Gresik, Graha Semanggi Residence di Surabaya dan Graha Juanda Residence di Sidoarjo.

Tingginya minat konsumen terhadap bangunan plafon tinggi itu dibuktikan dengan tak dibutuhkannya waktu yang cukup lama untuk menjual propertinya. Ia sadar bahwa saat ini yang dibutuhkan konsumen, bangunan dengan konsep hemat energi dan ramah lingkungan.

“Dengan bangunan rumah yang berplafon tinggi, otomatis juga memberikan kenyamanan bagi penghuni. Selain kebutuhan akan sirkulasi udara terpenuhi, mereka juga tak perlu pendingin ruangan lagi,” ujar Nurhadi.

Marketing Manager PT Bumi Lingga Pertiwi Achmad Z Arief menambahkan, selama ini proyek perumahan yang dikembangkan memang menyesuaikan dengan tipe rumah, termasuk ketinggian plafonnya. Pasalnya, pihaknya tetap mementingkan desain yang nyaman dihuni dan enak dipandang (eye cathing).

“Tinggi plafon yang kita pakai disesuaikan tipe masing-masing rumah. Idealnya, memang mulai 2,75 hingga 4 meter untuk ketinggian plafon,” ulas Arief.

Sesuaikan Fungsi

Pengamat Arsitektur dari Laboratorium Perumahan dan Permukiman ITS Wahyu Setiawan mengatakan, plafon tinggi jika tidak disertai keberadaan ventilasi yang cukup, maka hunian tetap akan terasa panas karena udara yang terjebak di bawah plafon tidak dialirkan atau dibuang.

“Plafon tinggi memang memberi volume yang besar terhadap udara yang masuk, tapi jika di dalamnya tidak ada jendela maupun cerobong ya udara akan tetap panas dan turun ke bawah plafon,” kata Wahyu, Selasa (16/11).

Sebenarnya, hunian yang ideal tidak membutuhkan plafon terlalu tinggi. tinggal menyesuaikan saja dengan fungsinya. “Misal ruang tamu, seberapa sering orang berada di sana, berapa jumlah anggota keluarga. Nggak perlu didesain terlalu tinggi. Konsep ini mengacu apabila ukuran lahan terbatas,” jelasnya.

Namun, sebagai trik atau strategi pemasaran, desain plafon tinggi tak jarang dijumpai di perumahan-perumahan modern. Tujuannya, agar memiliki nilai jual lebih.

“Banyak developer sekarang dalam membangun rumah hanya memerhatikan arsitektur rumah saja, tidak memerhatikan aspek pendinginan alami,” ujar Wahyu.

Ia memberi contoh, keberadaan jendela yang tidak sejajar dengan tubuh, keberadaan taman yang sangat minim, lokasi rumah yang satu dengan yang lain berimpitan, serta pemilihan bahan bangunan yang tidak menyerap panas.

Sebetulnya, jika aspek itu diperhatikan maka bisa meminimalisasi AC dan biaya operasional bisa ditekan. “Kalau harga rumah Rp 500 juta harusnya semua aspek itu sudah bisa terpenuhi. Keberadaan taman yang cukup luas, aspek ketebalan dinding, serta pemilihan bahan kacanya yang bisa memantulkan sinar, bukan menyerap,” katanya.

Kemudian, desain genteng rumah dibuat ada sedikit rongga untuk membuang angin. Tak perlu dipasang aluminium foil lagi untuk mencegah masuknya air hujan. “Pilih jenis genting yang tidak cepat menghantarkan panas dengan desain yang berongga,” lanjut Wahyu.

Untuk hunian di daerah tropis dengan kultur perumahan berimpit, bisa disiasati dengan tanaman sebagai faktor pendingin. “Developer sekarang kalau bangun taman adalah bagian dari rumah, kebalikan dengan di luar negeri bahwa rumah adalah bagian dari taman. Lihat saja desain antar-rumah pasti ada jarak dan selalu ada taman,” imbuhnya.

Wahyu menambahkan, rumah yang tidak berimpit bisa menangkap angin dari keempat sisi. Green architecture sudah lama dibangun di luar negeri, implementasi di sini masih minim.

“Jika lahan terbatas, taman bisa disiati dengan membuat anjang-anjang untuk tanaman rambat agar mereduksi panas. Sekecil apa pun luas lahannya, keberadaan tanaman hijau pasti bisa menambah kenyamanan penghuni,” tutur Wahyu.ndio/ame

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.