BANYUWANGI (Berita SuaraMedia) - Tanaman liar yang biasa tumbuh di
pekarangan rumah, seperti cangkokan, pakis, dan sirih kini bisa
dimanfaatkan untuk camilan. Termasuk juga bonggol pohon pisang, tak
harus terbuang percuma.
Di tangan Pinisrih, 45 tahun,
berbagai tanaman liar itu bisa jadi kripik yang enak di lidah. Selain
sehat, Pinisrih membuktikan tanaman-tanaman itu bisa jadi peluang
bisnis menggiurkan.
Pinisrih memproduksi camilan itu di
rumahnya yang bergaya limasan seluas hampir satu hektar, di Desa Sragi,
Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jawa Timur. Ia mempekerjakan 11 karyawan
yang berasal dari sekitar rumahnya.
Sejauh ini ibu dua anak
itu sudah mampu mengeluarkan puluhan produk camilan dari tanaman liar
itu. Ada kripik sirih, pakis, daun mangkuk, kemangi, bayam, daun
luntas, serta kerupuk bonggol pisang.
Daun-daunan itu digoreng
kering bersama adonan tepung. Rasanya? Kurang lebih sama seperti saat
Anda ngemil peyek. Namun, rasa gurih itu ditambah dengan rasa tiap-tiap
tanaman. Sebut saja, bayam, ya rasa bayamnya akan tetap berasa di
lidah. Yang esktrem adalah kripik sirih. Rasa sirihnya lebih kuat,
sehingga serasa minum jamu.
Ibu yang mengaku hobi memasak ini, memulai usaha makanan sejak 1995
lalu dengan membuka pesanan kue basah, seperti donat dan cake. Setahun
berikutnya, ia membuat kue-kue kering semacam pastel dan bagiak. Bagiak
adalah jenis camilan khas Banyuwangi yang adonan utamanya dari tepung
terigu.
Usaha istri Slamet Riyadi ini semakin berkembang saat
ia mulai memproduksi kerupuk bonggol pisang. Barangkali camilan ini
terdengar aneh, mengingat bonggol pisang tergolong limbah.
Ide ini muncul, ungkap sarjana pendidikan sejarah ini, dari sebuah
pohon pisang yang pernah tumbuh di halaman rumahnya. Saat itu ia
berpikir, bagian apa saja dari tanaman multi fungsi itu yang belum
dimanfaatkan. Pikirannya langsung tertuju ke bonggol pisang, yang
selama ini hanya teronggok di tempat sampah begitu pohon itu ditebang.
Mula-mula bonggol pisang akan dibuat keripik. Setelah dipotong
lebar-lebar, dicelupkan ke adonan, lalu digoreng. Namun hasil uji
pertama ini gagal. "Rasanya aneh, tidak nyaman," ujarnya.
Perempuan yang pernah menjadi guru sekolah dasar ini tidak patah
semangat. Ia mencoba mengkombinasikan bonggol pisang dengan tepung
tapioka. Namun bonggol pisang harus dihaluskan sebelum dicampur dengan
tepung dan rempah dapur. Adonan kemudian dicetak, dan dijemur hingga
kering. Setelah itu digoreng dengan minyak panas hingga mengembang.
Jadilah kerupuk bonggol pisang yang akhirnya meroketkan nama Pinisrih
di Banyuwangi.
Perempuan berjilbab ini terus berinovasi untuk
menghasilkan camilan yang unik dan langka. Tahun 2008, ia membuat
kerupuk lidah buaya. Sementara, keripik tanaman liar baru diproduksinya
tahun 2009 lalu.
Menurut Pinisrih, berbagai daun-daunan itu ia
beli di pasar dekat rumahnya. Untuk membuat kripik bayam, misalnya, ia
biasanya membeli 50 ikat bayam seharga Rp 20 ribu. Lima puluh ikat
bayam itu bisa jadi 30 bungkus kripik yang masing-masing beratnya 150
gram.
Berbagai kripik itu rata-rata dijual Rp 5 ribu per
bungkus. Pasarnya sudah menjangkau Kalimantan, Sumatra, Jakarta, dan
Bali. "Alhamdulillah omzetnya sudah Rp 450 ribu per hari," kata
Pinisrih, akhir pekan lalu.
Namun, Pinisrih bukan tipe
wirusaha yang pelit. Ia sering membagikan kiat dan resep usahanya itu
ke warga sekitar rumahnya. Ia juga kerap diundang menjadi pelatih usaha
kecil menengah yang biasa digelar Pemerintah Banyuwangi atau organisasi
wanita.
Bonggol pisang, biasanya oleh masyarakat hanya akan dibuang setelah
diambil buah pisangnya. Namun seperti Pinisrih, ditangan ibu-ibu di
Dusun Polaman, Desa Argorejo, Sedayu, Bantul, bonggol-bonggol pisang
diolah menjadi makanan berupa kripik.
Dikatakan Sagiyem (50 tahun) salah satu pembuat keripik bonggol
pisang yang masih bertahan hingga sekarang, bonggol pisang jenis kapok
dan kluthuk mempunyai kualitas yang baik untuk diolah. Meski bahan
bakunya berasal dari pohon pisang bagian akar, tapi keripik ini tetap
renyah dan tidak terasa pahit. “Orang yang belum tahu tentu akan
mengira bahwa panganan tersebut terbuat dari ketela ataupun sejenis
umbi-umbian,” katanya.
Cara mengolahnya pun cukup mudah. Bonggol pisang dikuliti kemudian
dipotong-potong sesuai ukuran lalu cuci dengan air supaya getahnya
hilang. Bumbunya terdiri bawang putih, ketumbar, kemiri, kencur dan
daun jeruk nipis diiris lembut. Semua bumbu tersebut dihaluskan
kemudian campur dengan tepung beras, santan dan telur untuk dibuat
adonan.
Campurkan bonggol pisang yang sudah dicuci bersih ke dalam adonan
sedikit demi sedikit. Selanjutnya goreng hingga berubah warna menjadi
coklat. Setelah matang keripik bisa langsung dikemas dalam plastik atau
ditambah bumbu dengan berbagai rasa.
Menurut Sagiyem menggoreng keripik ini membutuhkan waktu yang cukup
lama, karena bahannya basah dan harus membutuhkan minyak dalam volume
banyak. “Dalam proses pengolahan saya tidak menggunakan penyedap rasa
dan bahan pengawet sebagai gantinya saya ganti dengan garam. Asalkan
penyimpanannya benar, keripik ini bisa awet satu bulan. Satu bonggol
ini bisa menjadi satu kilogram keripik dan per kilonya dihargai Rp.
30.000,” ungkap Sagiyem saat ditemui di kediamannya di Dusun Polaman.
Mengkonsumsi keripik ini tidak perlu takut keracunan karena sudah
mendapat izin dari Depkes. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan, bonggol pisang memiliki kandungan kalori, protein,
karbohidrat, fosfor, zat besi, vitamin B dan C. Hasil olahannya juga
mengandung serat tinggi sehingga bagus untuk pencernaan.
Bonggol pisang tua juga mengandung amilum, karena itu pemanfaatan
bonggol pisang ini bisa menambah nilai pohon pisang setelah pisang
sudah dipanen. Amilum juga mengandung gizi yang cukup sehingga dapat
dikonsumsi dan menjadi alternatif sumber makanan masa depan.
“Bahannya juga sangat mudah didapat tinggal ambil di kebun, selain
alami juga menyehatkan. Proses pengolahan juga sangat mudah,” kata
perempuan yang juga memberi pelatihan di wilayah Bantul dan Kulon Progo
ini.
Keripik bonggol pisang dengan aneka rasa bisa menjadi peluang bisnis
yang cukup tinggi jika diolah dengan benar dan dipasarkan secara tepat.
Potensi pasar yang luas dan ketersediaan jumlah bahan baku yang
melimpah yang ada di masyarakat akan menjadi nilai tambah bonggol
pisang. Oleh karena itu hendaknya dimanfaatkan oleh pengusaha kecil dan
petani tanaman pisang guna menambah pendapatan dan menjadikan keripik
ini menjadi kuliner khas Bantul. (fn/tm/ph) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar