Laman

Kamis, 11 November 2010

Rentan Mengidap Skizofrenia

Detail Berita
Anak korban pelecehan seksual rentan mengidap skizofrenia. (Foto: Corbis)

SEBUAH penelitian menunjukkan, anak korban pelecehan seksual berisiko lebih besar terkena skizofrenia di kemudian hari. Suatu tanda bagi orangtua agar semakin melindungi anaknya dari serangan “predator”.

Penelitian di Australia menyebutkan, anak-anak yang dilecehkan secara seksual kemungkinan besar berisiko menderita skizofrenia di kemudian hari. Meskipun sebelumnya ditegaskan bahwa pelecehan seksual anak tidak terkait masalah kesehatan mental termasuk depresi, kecemasan, dan rasa ingin bunuh diri hubungan ke penyakit psikotik tersebut telah lama menjadi subjek perdebatan.

Studi baru tersebut menunjukkan bahwa kekerasan seksual pada anak akan meningkatkan lebih dari dua kali lipat kemungkinan seorang anak mengidap skizofrenia pada saat dewasa daripada sebelumnya kurang dari 1 dalam 100 orang (0,7%) pada populasi umum, menjadi hampir 2 dalam 100 orang (1,9%) di antara korban pelecehan.

Risiko bisa lebih tinggi lagi jika sampai penetrasi, kejadian yang melibatkan beberapa pelaku atau terjadi pada tahun-tahun awal masa remaja.Tercatat, hampir satu dari lima orang dewasa yang telah diperkosa lebih dari satu orang antara usia 13 dan 15 tahun menderita skizofrenia atau penyakit lain psikotik.

Hal itu diungkapkan oleh Margaret Cutajar dari Monash University di Victoria, Australia dan koleganya. Dalam laporannya yang dipublikasikan pada jurnal Archives of General Psychiatry, para peneliti menegaskan bahwa temuan baru ini tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat antara pelecehan dan penyakit psikotik.

Namun, paling tidak mereka dapat membantu menunjukkan kelompok orang mana saja yang memerlukan bantuan medis dan psikologis. Peneliti juga mengaitkan data resmi dari polisi dan pemeriksaan kesehatan mental warga di Victoria, salah satu negara bagian Australia yang telah digunakan selama tiga dekade.

Kemudian mereka membandingkan tingkat penyakit psikotik antara orang-orang yang dilecehkan sebelum usia 16 tahun dan kelompok pengontrol dilihat dari lewat rekaman penghitungan suara.

Metode seperti di atas membuat penelitian ini begitu menonjol karena persimpangan antara masalah kesehatan mental dan pelecehan yang terjadi pada masa kanak-kanak merupakan area yang sebenarnya sulit untuk diselidiki. Hal itu diungkapkan Mark Shevlin, seorang profesor psikologi di University of Ulster di Londonderry, Irlandia Utara.

”Banyak penelitian hingga saat ini hanya mengandalkan retrospektif ingatan terhadap pengalaman traumatis,” kata Shevlin yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Dan, harap ingat, lanjut dia, hal itu tidak selalu dapat dipercaya. Dia menekankan temuan ini tidak berarti penyebab pelecehan memicu gangguan psikosik langsung, karena mungkin mencerminkan faktor risiko lain seperti kemiskinan atau situasi keluarga yang sulit.

Meski begitu, Shevlin mengatakan, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual, terutama oleh anggota keluarga, mungkin akan menjadi cemas, menarik diri, dan menganggap bahwa dunia sebagai tempat yang mengancam.

”Hal-hal ini mungkin bisa menjelaskan kenapa mereka menjadi paranoid,” ujarnya.

Faktor lingkungan jelas sangat penting dalam mengembangkan masalah kesehatan yang serius. Craig Steel, seorang pakar trauma psikologis di Reading University di Inggris, mengatakan, temuan baru ini memberikan contoh kasus yang kuat untuk mengembangkan perawatan dan pengobatan yang efektif ketika merawat orang dengan skizofrenia.

Dia menyebutkan, meskipun pemerintah Amerika Serikat dan Inggris telah menganjurkan penggunaan terapi perilaku kognitif di samping pengobatan pada pasien, psikiater saat ini biasanya tidak fokus pada sejarah hidup pasien.

”Dalam penelitian ini faktanya adalah, sebagai seorang dokter ketika kita dihadapkan dengan orang-orang yang mengalami skizofrenia, pendekatan trauma harus menjadi bagian rutin latihan kami,” kata Steel.

Dan, anak-anak tentu saja bukan satu-satunya orang yang akan mendapatkan bekas luka psikologis dari kekerasan seksual, meskipun mereka mungkin sangat rentan.

Dalam sebuah penelitian terbaru tentang perempuan di Denmark misalnya, Shevlin menemukan bukti bahwa mereka yang menghadiri lembaga yang peduli para korban pelecehan seksual sama banyaknya dengan yang menerima diagnosis gangguan psikotik.

”Tampaknya asosiasi ini terbukti pada orang dewasa juga,walaupun sebagian besar langkahnya telah berlaku pada masa anak-anak,” katanya.

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan hilangnya kontak dengan realitas (psychosis), halusinasi, delusi (keyakinan palsu), berpikir, bertingkah laku dan punya hubungan sosial yang kacau.

Walaupun penyebab pasti skizofrenia belum dapat dipastikan, gangguannya tampak jelas secara biologis. Banyak otoritas menerimanya sebagai “penderita stres yang rapuh”.

Skizofrenia dianggap kebanyakan muncul pada orang yang rapuh secara biologis.Apa yang membuat seseorang mudah terkena skizofrenia belum diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan termasuk di dalamnya kelemahan genetism masalah yang timbul sebelum, selama atau sesudah kelahiran atau bisa juga disebabkan oleh infeksi virus pada otak.

Kesulitan dalam memproses informasi,ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian, ketidakmampuan bertingkah laku sesuai dengan yang diterima masyarakat luas dan ketidakmampuan mengatasi masalah secara umum bisa merupakan pertanda kerapuhan itu.

Dalam hal semacam ini, tekanantekanan lingkungan sekitar,seperti kehidupan yang penuh ketegangan atau penuh masalah, pelecehan mendasar, memicu serangan dan kambuhnya skizofrenia pada orang yang rapuh itu.

(SINDO//nsa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.